Rabu, 08 Desember 2010

Pesan Kematian Kane

“Rosebud…”



Sepenggal kata itu lah yang bergulir dari bibir Charles Foster Kane di penghujung hidupnya. Ia meninggal dengan menyisakan tanya. Siapakah Rosebud? Atau apa itu Rosebud? Apakah itu adalah pesan kematian dari sang raja media?



Layaknya kisah-kisah detektif, investigasi pun dimulai. Bedanya, sosok yang berperan dalam pencarian makna Rosebud ialah Thompson, seorang jurnalis. Atas perintah atasannya, Thompson menggali informasi dari orang-orang terdekat Kane. Setiap wawancara yang dilakukan Thompson dengan para narasumber, menggunakan alur kilas balik. Bedanya dengan film-film modern, baik alur masa kini maupun masa lalu di film Citizen Kane (1941) ini sama-sama hitam putih. Jadi, kita harus memerhatikan dengan seksama jalan ceritanya.



Hingga akhir pencarian Rosebud, penonton seakan dibuat kecewa dengan nihilnya hasil. Alih-alih menemukan arti dari Rosebud, Thompson justru menguak jati diri Kane. Awalnya, Kane digambarkan sebagai sosok muda yang sempurna. Ia kaya, pintar, tampan, dan terkenal. Sebagai wanita, saya juga sempat terkesima dengan Kane yang tampak idealis. Bagaimana tidak? Ia menolak tawaran untuk mengelola sebuah tambang emas dan justru melirik New York Inquire, yang pada saat itu belum menjadi koran nomor satu di Amerika. Porsi idealis Kane bertambah besar saat ia menandatangani sebuah pernyataan bahwa New York Inquire akan memberitakan setiap peristiwa secara jujur.



Ironisnya, pernyataan tersebut menyerang balik dirinya di kemudian hari. New York Inquire menulis review tentang penampilan penyanyi opera, Susan Alexander Kane, istrinya, dengan sangat pedas. Ketika Kane berang, sang penulis artikel tersebut menyodorkan bukti otentik pernyataan Kane untuk memberitakan setiap peristiwa dengan jujur. Kane pun tercekat. Karakter protagonis yang sejak awal dibangun runtuh seketika.



Kane menjelma menjadi pribadi yang sangat menyebalkan. Ia jadi terlihat sangat otoriter dan keras kepala. Istrinya pun menjadi korban. Susan dipaksa untuk terus menyanyi meskipun jelas sekali ia adalah seorang penyanyi opera yang parah. Pada saat Susan hendak meninggalkan Kane, Kane sempat memohon agar Susan tetap tinggal. Sayangnya gumaman Kane “You can’t do this to me”, membuat Susan yakin bahwa sikap otoriter Kane sudah tidak dapat ditolerir. Kane memaksa orang untuk melakukan apa yang ia mau. Kane juga memaksa orang berpikir seperti yang ia mau. Orson Welles, sang sutradara sekaligus pemeran Kane, membangun karakter Kane dengan abu-abu. Demikianlah manusia. Tidak mungkin ia seratus persen baik begitu pula sebaliknya. Penggambaran sosok Kane sangat manusiawi.



Selain karakterisasi yang menurut saya sangat brilian, teknik flash back yang dipilih juga ciamik. Pada masa itu, jalan cerita kilas balik susah untuk dibayangkan. Ide yang hingga kini menginspirasi film-film modern. Bedanya, di film modern, alur masa kini divisualisasikan dengan berwarna sedangkan alur masa lalu hitam putih. Alur kilas balik ini juga menegaskan keunggulan film dibandingkan teater panggung yang notabene saat itu masih menjadi primadona.



Teknik flash back tentu ditunjang oleh sinematografi yang sangat cerdas. Gregg Toland sangat paham cara penempatan kamera dan pengambilan gambar. Tata cahaya dan lensa yang ia gunakan menghasilkan kedalaman fokus gambar. Tak heran jika The American Film Institute mendaulat film ini sebagai 100 film terbaik.



Secara pribadi, saya sangat menyukai film ini atas berbagai alasan. Pertama, Citizen Kane berbau pers dan investigasi. Kedua, karakter Kane abu-abu. Ketiga, ada indikasi bahwa Kane menyimpan duka masa kecil yang membekas dan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadiannya. Sebagaimana quote teori Chaos yang ada di awal film Hollywood favorit saya, The Butterfly Effect, “It has been said that something as small as the flutter of a butterfly's wing can ultimately cause a typhoon halfway around the world”.



Rosebud ternyata sebuah kata pada papan seluncur ski Kane di masa kecil. Sayangnya, tidak ada seorang pun yang tahu karena pada akhirnya papan itu dibakar. Papan ski bertuliskan Rosebud itu ia mainkan di hari terakhir kebersamaannya dengan ibunya. Agar kaya raya, ia dipaksa berpisah dengan ibu yang sangat dicintainya. Ia memendam amarah dan kekecewaan mendalam sedari kecil. Ia pun membalas kekecewaannya itu dengan bekerja keras hingga dapat membangun Xanadu yang sangat megah. Sikap keras kepalanya juga tak dapat disalahkan. Pada saat kanak-kanak, ia tidak diberi kebebasan untuk memilih. Pada saat dewasa, ia membalasnya dengan memaksa orang lain melakukan sesuatu tanpa memberi mereka kebebasan untuk memilih.



Sosok Kane diduga ada di dunia nyata, yakni William Randolph Hearst. Isu yang beredar, Rosebud ialah panggilan Hearst kepada istrinya, Marion. Ibu Marion bernama Rose. Berdasarkan Louis Pizzitola, penulis “Hearst Over Hollywood”, Rosebud adalah panggilan dari teman Hearst, Orrin Peck, yang diberikan kepada Ibu Hearst (Asdaru, 2008).



Entahlah. Orang-orang hanya bisa menduga-duga. Dan hingga kini, Rosebud masih menjadi misteri.




Referensi:

http://asdaru.multiply.com/journal/item/13/sejarah_film

0 komentar:

Posting Komentar

Pesan Kematian Kane

| |

“Rosebud…”



Sepenggal kata itu lah yang bergulir dari bibir Charles Foster Kane di penghujung hidupnya. Ia meninggal dengan menyisakan tanya. Siapakah Rosebud? Atau apa itu Rosebud? Apakah itu adalah pesan kematian dari sang raja media?



Layaknya kisah-kisah detektif, investigasi pun dimulai. Bedanya, sosok yang berperan dalam pencarian makna Rosebud ialah Thompson, seorang jurnalis. Atas perintah atasannya, Thompson menggali informasi dari orang-orang terdekat Kane. Setiap wawancara yang dilakukan Thompson dengan para narasumber, menggunakan alur kilas balik. Bedanya dengan film-film modern, baik alur masa kini maupun masa lalu di film Citizen Kane (1941) ini sama-sama hitam putih. Jadi, kita harus memerhatikan dengan seksama jalan ceritanya.



Hingga akhir pencarian Rosebud, penonton seakan dibuat kecewa dengan nihilnya hasil. Alih-alih menemukan arti dari Rosebud, Thompson justru menguak jati diri Kane. Awalnya, Kane digambarkan sebagai sosok muda yang sempurna. Ia kaya, pintar, tampan, dan terkenal. Sebagai wanita, saya juga sempat terkesima dengan Kane yang tampak idealis. Bagaimana tidak? Ia menolak tawaran untuk mengelola sebuah tambang emas dan justru melirik New York Inquire, yang pada saat itu belum menjadi koran nomor satu di Amerika. Porsi idealis Kane bertambah besar saat ia menandatangani sebuah pernyataan bahwa New York Inquire akan memberitakan setiap peristiwa secara jujur.



Ironisnya, pernyataan tersebut menyerang balik dirinya di kemudian hari. New York Inquire menulis review tentang penampilan penyanyi opera, Susan Alexander Kane, istrinya, dengan sangat pedas. Ketika Kane berang, sang penulis artikel tersebut menyodorkan bukti otentik pernyataan Kane untuk memberitakan setiap peristiwa dengan jujur. Kane pun tercekat. Karakter protagonis yang sejak awal dibangun runtuh seketika.



Kane menjelma menjadi pribadi yang sangat menyebalkan. Ia jadi terlihat sangat otoriter dan keras kepala. Istrinya pun menjadi korban. Susan dipaksa untuk terus menyanyi meskipun jelas sekali ia adalah seorang penyanyi opera yang parah. Pada saat Susan hendak meninggalkan Kane, Kane sempat memohon agar Susan tetap tinggal. Sayangnya gumaman Kane “You can’t do this to me”, membuat Susan yakin bahwa sikap otoriter Kane sudah tidak dapat ditolerir. Kane memaksa orang untuk melakukan apa yang ia mau. Kane juga memaksa orang berpikir seperti yang ia mau. Orson Welles, sang sutradara sekaligus pemeran Kane, membangun karakter Kane dengan abu-abu. Demikianlah manusia. Tidak mungkin ia seratus persen baik begitu pula sebaliknya. Penggambaran sosok Kane sangat manusiawi.



Selain karakterisasi yang menurut saya sangat brilian, teknik flash back yang dipilih juga ciamik. Pada masa itu, jalan cerita kilas balik susah untuk dibayangkan. Ide yang hingga kini menginspirasi film-film modern. Bedanya, di film modern, alur masa kini divisualisasikan dengan berwarna sedangkan alur masa lalu hitam putih. Alur kilas balik ini juga menegaskan keunggulan film dibandingkan teater panggung yang notabene saat itu masih menjadi primadona.



Teknik flash back tentu ditunjang oleh sinematografi yang sangat cerdas. Gregg Toland sangat paham cara penempatan kamera dan pengambilan gambar. Tata cahaya dan lensa yang ia gunakan menghasilkan kedalaman fokus gambar. Tak heran jika The American Film Institute mendaulat film ini sebagai 100 film terbaik.



Secara pribadi, saya sangat menyukai film ini atas berbagai alasan. Pertama, Citizen Kane berbau pers dan investigasi. Kedua, karakter Kane abu-abu. Ketiga, ada indikasi bahwa Kane menyimpan duka masa kecil yang membekas dan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadiannya. Sebagaimana quote teori Chaos yang ada di awal film Hollywood favorit saya, The Butterfly Effect, “It has been said that something as small as the flutter of a butterfly's wing can ultimately cause a typhoon halfway around the world”.



Rosebud ternyata sebuah kata pada papan seluncur ski Kane di masa kecil. Sayangnya, tidak ada seorang pun yang tahu karena pada akhirnya papan itu dibakar. Papan ski bertuliskan Rosebud itu ia mainkan di hari terakhir kebersamaannya dengan ibunya. Agar kaya raya, ia dipaksa berpisah dengan ibu yang sangat dicintainya. Ia memendam amarah dan kekecewaan mendalam sedari kecil. Ia pun membalas kekecewaannya itu dengan bekerja keras hingga dapat membangun Xanadu yang sangat megah. Sikap keras kepalanya juga tak dapat disalahkan. Pada saat kanak-kanak, ia tidak diberi kebebasan untuk memilih. Pada saat dewasa, ia membalasnya dengan memaksa orang lain melakukan sesuatu tanpa memberi mereka kebebasan untuk memilih.



Sosok Kane diduga ada di dunia nyata, yakni William Randolph Hearst. Isu yang beredar, Rosebud ialah panggilan Hearst kepada istrinya, Marion. Ibu Marion bernama Rose. Berdasarkan Louis Pizzitola, penulis “Hearst Over Hollywood”, Rosebud adalah panggilan dari teman Hearst, Orrin Peck, yang diberikan kepada Ibu Hearst (Asdaru, 2008).



Entahlah. Orang-orang hanya bisa menduga-duga. Dan hingga kini, Rosebud masih menjadi misteri.




Referensi:

http://asdaru.multiply.com/journal/item/13/sejarah_film

0 komentar:

Posting Komentar